Studi kasus penyebab insert tungaloy DGM2-020-6R patah pada proses gaikei mentori

Selama Praktik Kerja Industri, penulis mengamati bahwa mesin CNC sering kali mengalami penghentian produksi akibat patahnya insert pada proses chamfer (gaikei mentori), yang menyebabkan Lost Time dan Lost Cost, merugikan perusahaan. Memahami penyebab kerusakan insert dan cara mencegahnya sangat penting bagi pemilik dan pengguna mesin. Oleh karena itu, penelitian mengenai kerusakan insert pada proses gaikei mentori menjadi topik yang relevan dan penting untuk diteliti lebih lanjut. Penggunaan insert sering menghadapi kendala, terutama terkait dengan pemeliharaan (maintenance) dan pengoperasian insert itu sendiri. Setiap insert
memiliki masa pakai atau tool life, dimana insert dapat berfungsi dengan baik hingga akhirnya mengalami kerusakan. Namun, jika insert rusak sebelum masa pakainya habis, ada faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada insert, sehingga diperlukan pengamatan dan analisis
terkait kerusakan insert. Berdasarkan latar belakang tersebut, studi kasus mengenai kerusakan insert diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan menentukan tindakan pencegahan untuk meminimalkan dampaknya. Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah metode analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab suatu masalah atau kondisi tertentu. Diagram ini dapat mengatur sistem yang kompleks dan menganalisis penyebab risiko secara kualitatif dalam diskusi analisis akar penyebab (RCA). Diagram tulang ikan adalah teknik grafis yang mewakili berbagai penyebab suatu peristiwa. Dari definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa diagram tulang ikan adalah pendekatan pemecahan masalah yang memodelkan kemungkinan akar penyebab masalah dan mencari solusi yang mungkin dilakukan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan operator dan leader, ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan insert pada
proses gaikei mentori (chamfer) patah, yaitu: a) kurangnya ketelitian operator dalam mengoperasikan mesin, b) permukaan benda kerja yang tidak rata saat proses produksi, dan c) kurangnya tindak lanjut terhadap kerusakan mesin karena padatnya proses produksi